Tahun 2015 Tinggalah menjadi kenangan dan sudah meninggalkan kita semua, dan sekarang tahun telah berganti tahun 2016. Ini tahun baru Masehi, tentu saja, karena tahun baru Hijriyah telah terjadi beberapa bulan yang lalu. Bagi kita orang Islam, ada apa dengan tahun baru Masehi?
Sejarah
Tahun Baru Masehi
Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45
SM. Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan
untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad
ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh
Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar
penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana
yang dilakukan orang-orang Mesir.
Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365
seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun
46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat
tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa
menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar
terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya,
yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama
pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.
Saat ini, tahun baru 1 Januari telah dijadikan sebagai salah
satu hari suci umat Kristen. Namun kenyataannya, tahun baru sudah lama menjadi
tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua
warga Dunia.
Pada
mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi yang dihitung sejak bulan
baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi
dimulai pada tanggal 1 Januari. Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1
Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal
tersebut.
Fakta ini menyimpulkan bahwa perayaan tahun baru sama sekali
tidak berasal dari budaya kaum muslimin. Pesta tahun baru masehi, pertama kali
dirayakan orang kafir, yang notabene masyarakat paganis Romawi. Acara ini terus
dirayakan oleh masyarakt modern dewasa ini, walaupun mereka tidak mengetahui
spirit ibadah pagan adalah latar belakang diadakannya acara ini. Mereka menyemarakkan hari ini dengan berbagai
macam permainan, menikmati indahnya langit dengan semarak cahaya kembang api,
dsb.
Turut
merayakan tahun baru statusnya sama dengan merayakan hari raya orang kafir. Dan
ini hukumnya terlarang. Di antara alasan statement ini adalah:
Pertama,
turut merayakan tahun baru sama dengan meniru kebiasaan mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang
kita untuk meniru kebiasaan orang jelek, termasuk orang kafir. Beliau bersabda,
“Siapa yang
meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (Hadis
shahih riwayat Abu Daud)
Abdullah
bin Amr bin Ash mengatakan,
“Siapa yang tinggal di negeri kafir, ikut
merayakan Nairuz dan Mihrajan (hari raya orang majusi), dan meniru kebiasaan
mereka, sampai mati maka dia menjadi orang yang rugi pada hari kiamat.”
Kedua,
mengikuti hari raya mereka termasuk bentuk loyalitas dan menampakkan rasa cinta
kepada mereka. Padahal Allah melarang kita untuk menjadikan mereka sebagai
kekasih dan menampakkan cinta kasih kepada mereka. Allah berfirman,
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi
teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (rahasia), karena rasa
kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang
datang kepadamu..”
(QS.
Al-Mumtahanan: 1)
Ketiga, Hari raya merupakan bagian dari
agama dan doktrin keyakinan, bukan semata perkara dunia dan hiburan. Ketika
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang
di kota Madinah, penduduk kota tersebut merayakan dua hari raya, Nairuz dan
Mihrajan. Beliau pernah bersabda di hadapan penduduk madinah,
“Saya mendatangi
kalian dan kalian memiliki dua hari raya, yang kalian jadikan sebagai waktu
untuk bermain. Padahal Allah telah menggantikan dua hari raya terbaik untuk
kalian; idul fitri dan idul adha.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i).
Perayaan
Nairuz dan Mihrajan yang dirayakan penduduk madinah, isinya hanya bermain-main
dan makan-makan. Sama sekali tidak ada unsur ritual sebagaimana yang dilakukan
orang majusi, sumber asli dua perayaan ini. Namun mengingat dua hari tersebut
adalah perayaan orang kafir, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallammelarangnya. Sebagai gantinya, Allah berikan dua hari
raya terbaik: Idul Fitri dan Idul Adha.
Untuk itu, turut bergembira dengan perayaan orang kafir, meskipun hanya bermain-main, tanpa mengikuti ritual keagamaannya, termasuk perbuatan yang telarang, karena termasuk turut mensukseskan acara mereka.
Untuk itu, turut bergembira dengan perayaan orang kafir, meskipun hanya bermain-main, tanpa mengikuti ritual keagamaannya, termasuk perbuatan yang telarang, karena termasuk turut mensukseskan acara mereka.
Keempat,
Allah berfirman menceritakan keadaan ‘ibadur
rahman (hamba Allah yang pilihan),
“Dan
orang-orang yang tidak turut dalam kegiatan az-Zuur…” Sebagian ulama
menafsirkan kata ‘az-Zuur’ pada ayat di atas dengan hari raya orang kafir.
Artinya berlaku sebaliknya, jika ada orang yang turut melibatkan dirinya dalam
hari raya orang kafir berarti dia bukan orang baik.
Bagi kita, orang Islam, merayakan tahun baru Masehi, tentu
saja akan semakin ikut andil dalam menghapus jejak-jejak sejarah Islam yang
hebat. Sementara beberapa pekan yang lalu, kita semua sudah melewati tahun baru
Muharram, dengan sepi tanpa gemuruh apapun
Sumber : www.konsultasisyariah.com
No comments:
Post a Comment